A. Tinjauan Sejarah Pendidikan Islam
Pada era delapan puluh sampai sembilan puluhan pendidikan islam mengalami perubahan langkah menuju kemajuan prestasi dan mutu pendidikannya. Ditandai dengan lahirnya lembaga-lembaga pendidikan islam modern berbasis Al-Qur’an yang memiliki idealisme dan cita-cita yang tinggi bagi para peserta didik, lulusan dan alumninya. Begitu juga di lembaga pendidikan Islam tradisional seperti pesantren tidak ingin ketinggalan dari lembaga lainnya.
Seiring dengan tuntutan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada saat itu, maka para aktivis dan pegiat pendidikan islam tidak ingin ketinggalan untuk memberikan kontribusinya. Lembaga dengan corak, idealisme dan semangat baru bermunculan. Mulai dari Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI), Sekolah Islam Terpadu (TKIT, SDIT, dan SMPIT atau SMAIT), media massa selain sudah ada Kompas kemudian lahir lagi media massa yang dianggap lebih peduli dengan persoalan keumatan dan pendidikan Islam seperti Republika dll.
Gelombang reformasi atau perbaikan dan dakwah diberbagai bidang pun semakin kencang untuk disuarakan. Menuju kepada satu simpul utama dari segala macam perbaikan bangsa di segala bidangnya yakni kekuasaan. Indonesia di masa Orde Baru pada waktu itu baru saja melaksanakan pesta demokrasi, Pemilu 1997. Setahun setelah itu gelombang refoormasi pun tidak terbendung sampai pada puncaknya yakni Reformasi 1998, melalui gerakan mahasiswa dan rakyat mereka mengusung enam visi reformasi.
Salah satu keberhasilan Reformasi 1998 saat itu adalah Presiden Soeharto yang sudah memimpin selama Orde Baru akhirnya mundur, sehingga diganti oleh wakil presiden B.J. Habibie. Tidak ingin terlalu berlarut-larut dengan kirsuh politik demi tujuan jangka panjang dan lebih mengutamakan urusan pendidikan, serta tuntutan reformasi yang disuarakan oleh kaum muda Indonesia maka demi kehidupan masyarakat agar lebih demokratis maka Pemilu 1999 yang multi partai itu pun akhirnya diselenggarakan.
Meskipun presiden terpilih pasca B.J. Habibie (Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Presiden Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY) tidak menyebutkan kabinetnya kabinet reformasi, tetapi Orde Reformasi yang ditandai dengan semangat perbaikan dengan semangat dakwah dan nilai-nilai kebaikan di segala bidang termasuk bidang pendidikan akhirnya terus berlangsung sampai sekarang. Dengan dedikasi, etos kerja dan inovasi dari setiap lembaga pendidikan Islam punberlomba-lomba menjadi yang terbaik.
B. Beragam Sisi Keunggulan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia
Masing-masing lembaga berupaya melakukan perbaikan, inovasi dan kreasi untuk mengembangkan dan memunculkan sisi-sisi keunggulannya masing-masing. Pada akhirnya upaya ini tidak lain adalah untuk meningkatkan mutu, kulaitas dan layanan dari sekolah atau lembaganya pendidikan Islam. Sehingga para lulusan dan alumninya menjadi tokoh-tokoh mahasiswa dan pemuda. Yang pada akhirnya menjadi pemimpin dan pahlawan Islam yang pantas untuk dibanggakan oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan agamanya.
Maka sedikitnya ada tiga corak lembaga pendidikan islam atau sekolah berdasarkan kecenderungan dalam kreativitas, inovasinya nilai-nilai pendidikannya. Tiga kelompok ini tidak bisa hanya dilihat dari namanya saja (Sekolah, Pondok Pesantren dan Madrasah) tapi dilihat dari isi atau substansi nilai-nilai pendidikan yang dijalankannhya. Sebab ada juga madrasah yang masih kental dengan nilai-nilai pesantrennya, begitu juga ada sekolah yang kental sekali dengan nilai-nilai madrasah atau sebaliknya ada juga madrasah yang seolah-olah ia bukan madrasah tapi seperti sekolah pada umumnya.
Begitu juga di kampus-kampus swasta atau negeri yang ada di Indonesia semangat untuk mempelajari dan mengkaji islam terus menggeliat, saat penulis alami pada waktu itu ada kampus-kampus negeri yang para wanita atau muslimahnya tak ragu untuk memakai jilbab hampir sama atau lebih banyak dibanding dengan kampus-kampus yang berlabel islam baik negeri atau swasta. Untuk melihat beragam corak dan model pendidikan khususnya pendidikan islam khususnya di lembaga pesantren kampus dan sekolah maka sedikitnya ada tiga corak :
1. Kelompok Pertama :
Diantara lembaga pendidikan Islam ada yang konsen dan berupaya untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikannya, karena menurut mereka melalui sarana dan prasarana yang layaklah mutu dan kualitas pendidikan akan mampu ditingkatkan. Sebagai efek samping dari kebijakan lembaga yang hanya konsen dalam meningkatkan sarana dan prasarana ini adalah pada akhirnya beban biaya ditanggung selain oleh yayasan yang bersangkutan selaku penyelengara pendidikan juga orangtua murid selaku warga masyarakat.
Munculnya lembaga pendidikan atau sekolah Islam yang hanya sekedar mahal dan kurang terjangkau oleh masyarakat pada umumnya. Kelompok lembaga seperti ini hanya mementingkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) semata, model sekolah seperti ini bisa menjadi contoh dari kelompok pertama ini.
2. Kelompok Kedua :
Diantara lembaga pendidikan islam ada juga yang berpandangan bahwa yang lebih penting untuk dilakukan oleh lembaga pendidikan adalah berupaya untuk meningkatkan kualitas kurikulum dan proses pembelajarannya. Sarana dan prasarana pendidikan itu relatif tergantung kondisi sosial, geografis dan demografis dari masyarakatnya. Untuk itu lembaga ini lebih mementingkan substansi pendidikannya saja (misalnya akhlak dan pengetahuan agama) yang lebih diutamakan, tanpa adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan dan beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) masa kini.
Dalam pandangan kelompok kedua ini sekolah hanya cukup memberikan pondasi utama yaitu Iman dan Taqwa (IMTAQ) bagi individu dan peserta didik untuk bekal hidup mereka di masyarakat. Adapun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) itu bisa didapatkan dari lingkungannya atau lembaga lain yang lebih konsen untuk masalah itu. Model lembaga atau sekolah Islam seperti ini semoga saja sedikit atau tidak ada sama sekali di masyarakat muslim yang sudah masuk kepada era Reformasi seperti kita sekarang ini. Jika pun masih ada maka itu adalah bagin dari lembaga yang konsen dalam bidang agama (tafaqohu fiddin).
3. Kelompok Ketiga :
Kelompok dari lembaga atau sekolah Islam berdasarkan kecenderungan dan corak pendidikannya adalah kelompok yang tidak hanya konsen dalam pendidikan dengan basis ilmu pengetahuan dan tekologi (IPTEK) semata tetpi mereka konsen juga dalam pembinaan dan peningkatan peserta didiknya dalam hal kualitas Iman dan Taqwa (IMTAQ)nya. Kelompok inilah yang dimaksud di awal pembahasan tadi di atas, karena mereka menyadari bahwa umat saat ini bukan umat yang ada pada masa orde lama atau orde baru, tetapi umat saat ini sudah memasuki dan melewati masa orde reformasi.
Menurut pandangan kelompok ini umat saat ini bukan hanya sebagai objek atau penonton saja, yang hanya sekedar ada di pinggir lapangan, tapi umat saat ini harus tampil sebagai pemain. Untuk itulah perlu bekalan yang memadai, bukan hanya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) saja atau sebaliknya hanya bekal Iman dan Taqwa (IMTAQ) semata. Kelompom ketiga ini bertekad untuk mengubur pandangan lama bahwa islam identik dengan keterbelakangan, kejumudan, kemiskinan, anti kemajuan teknologi atau disamakan dengan terorisme.
Diantara sekolah-sekolah Islam yang tersebar di negeri ini yang dianggap termasuk ke dalam kategori ketiga ini adalah sekolah yang berada dalam komunitas atau Jaringan Sekolah Islam Terpadu (JSIT) Indonesia. Karena sekolah mereka selain mereka berupaya memperbaiki dan menambah sarana prasarananya (IPTEK) mereka juga berupaya terus memperbaiki kurikulum serta sistem pengajarannya (IMTAQ), oleh karenanya mereka menamakan lemabaga atau sekolahnya dengan nama Sekolah Islam Terpadu (SIT). Meskipun dengan kadar dan kemampuan masing-masing yayasan sebagai penyelenggaranya, mereka berlomba-lomba untuk menjadi sekolah bermutu dan unggul.
Seperti yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Islam Terpadu (LPIT) Thariq Bin Ziyad dengan konsep A3B nya. A3B adalah sebuah nilai-nilai dasar sekaligus sebagai inovasi atau cara lain dari lembaga ini untuk memadukan antara IMTAQ dan IPTEK yaitu merupakan singkatan dari Akhlak Al-Quran Akademik dan Bahasa (A3B). Yang tiada lain adalah untuk membekali para pelajarnya mulai dari TKIT, SDIT, SMPIT dan SMAIT agar menjadi tunas-tunas bangsa yang siap untuk menjadi anggota masyarakat di era informasi dan globalisasi seperti saat ini. Serta mampu menjadi pemimpin yang bisa dibanggakan oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan agamanya.
Sehingga pada akhirnya langkah yang dibangun dengan konsep A3B yang dilakukan oleh LPIT Thariq Bin Ziyad ini merupakan upaya lembaga untuk meningkatkan mutu dan kualitas serta pelayanan pendidikan sehingga mampu menjadi sekolah islam unggulan yang pada akhirnya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional kita yaitu pendidikan Indonesia. Semoga tugas dan cita-cita yang mulia ini dapat segera diwujudkan, Wallahu a’lam. [DM]
oleh :
Dimyat, S.Ag
(Humas LPIT Thariq Bin Ziyad dan Redaktur Pelaksana Majalah Ilmu dan Berita Pendidikan Intajiyah).
0 comments:
Post a Comment